Rabu, 09 Desember 2015

Perempuan Karang (1)



Ada banyak kisah yang ku simpan dalam-dalam di pikiran, terkadang kisah-kisah itu menggelitik di ingatan, tapi tak jarang mereka menampar keras kesadaran. Bicara tentang kisah mungkin dari tulisan ini dan beberapa tulisan lainnya nanti akan bercerita tentang pengalaman yang pernah saya alami, entah itu pengalaman yang sudah saya tulis dalam buku saku (saya tipe orang yang masih menulis kalimat pengingat di buku diary) ataupun yang masih tersimpan rapi dalam ingatan dengan luka-luka yang abadi.
  

Waktu itu saya masih berusia 17 tahun, dan pastinya status saya masih kelas 3 SMA, tepatnya sudah melewati yang namanya ujian akhir nasional. Saya anak bungsu dari dua bersaudara, kakak perempuan saya sedang mengambil study kebidanan di kampus bergengsi di kota Kendari, Sulawesi Tenggara, saya dan teman-teman saya bermimpi untuk mengejar cita-cita kami masing-masing dengan mengambil study lanjut di universitas pilihan kami masing-masing.
Saya termasuk anak dari keluarga yang berada tapi tidak manja, dan saya perempuan yang punya banyak mimpi, punya banyak tujuan untuk saya tempuh, anak perempuan yang ingin membuktikan pada ayahnya bahwa saya bisa menjadi kebanggaannya (maklum saya lebih akrab dengan ayah saya). sayangnya ketika itu keadaan keluarga sedang bangkrut, alhasil pupus keinginan saya untuk melanjutkan study.

Tetapi tak disangka guru SMA saya membawakan brosur dan formulir pendaftaran beasiswa di salah satu universitas islam yang berada di Semarang, dengan ragu-ragu saya menerima formulir tersebut, sambil melengkapi syarat-syarat untuk mengajukan beasiswa, saya menelpon ayah saya yang pada waktu itu sedang merantau ke batam dan dia mengizinkan saya untuk mengikuti tes beasiswa.
Setelah berminggu-minggu saya berkutat dengan berbagai macam syarat-syarat pengajuan beasiswa tiba saatnya saya mengirim berkasnya melalui pos. Waktu itu saya di temani oleh salah satu teman saya bernama Vina, dia juga mengajukan beasiswa di universitas yang sama.

Saya masih ingat waktu itu hari minggu jam 9 pagi, saya masih tertidur pulas di kamar (yang di cap tomboy dengan kebiasaan yang tidak biasa, tidur sampai siang bolong) ibu saya memanggil nama saya berkali-kali, saya pikir mama saya akan menyuruh saya menimba air di sumur lagi (seperti biasa kegiatan pagi-pagi saya adalah menimba air di sumur, tapi berhubung hari minggu, saya sudah menimba air malam sebelumnya), merasa sudah melakukan pekerjaan rumah, saya kembali melanjutkan tidur.

Tetapi tidak disangka-sangka ibu saya berteriak sambil meminta tolong, tidak seperti biasanya, dengan sedikit terkantuk-kantuk saya berjalan ke arah dapur, dan ternyata!! MAMA SAYA TERJATUH di kamar mandi!!! Saya pun meminta tolong pada tetangga untuk mengangkatnya ke kamar saya. Lalu saya bertanya “kok bisa mama terjatuh? Mama tadi ngapain?”, dengan susah payah dia menjawab “mama tadli habisy mandli, habisy pakai baju mau kelual tapi kaki mama gak bisa gelak”

Saya pun panik, penyakit apa yang menimpa mama saya? Kenapa bicaranya jadi tidak karuan begitu, ketika perawat datang (maklum waktu itu tidak ada dokter di tempat saya) mama saya di vonis STROKE ringan. Saya pun bingung, di rumah sebesar itu hanya berdua dengan mama, rasa-rasanya tidak mungkin sanggup untuk saya merawatnya, dengan penuh pertimbangan keesokannya kami pun pindah ke rumah saudara sulung mama saya, tapi sampai disana kami di anjurkan untuk membawa mama saya ke rumah sakit.

Perjalanan ke rumah sakit sedikit membosankan, mengarungi lautan selama 9 jam lamanya, dari pulau BINONGKO WAKATOBI menuju BAU-BAU, sampai di bau-bau kami langsung ke rumah sakit, di hari yang sama, kakak saya menelpon, saya pikir semua akan membaik ternyata tidak, dia justru menelpon untuk memberi kabar bahwa dia akan menikah dengan kekasihnya, saat itu juga saya merasa ada kilat yang menyambar ubun-ubun saya, dia dapatkan keberanian dari mana sampai-sampai menikah tanpa meminta izin pada kedua orang tua saya??? (saya dan kakak saya dua orang yang sangat berbeda, kakak saya yang penurut, pendiam dan keibuan dibanding saya yang ribut, nakal dan tomboy), Tuhan masalah apa lagi ini???  Belum selesai satu, datang masalah lainnya.

Saya memberi tahunya tentang keadaan mama kami, ternyata dia memutuskan untuk datang SETELAH MENIKAH?, dengan bimbang saya meng-iya-kan keputusannya termasuk untuk sementara waktu tidak memberi tahu hal ini pada kedua orang tua saya, tapi apa mau dikata malamnya ayah saya menelpon, murkanya di lampiaskan semua pada saya, dengan tetap terdiam saya mendengarkan semua amarah yang dilontarkan termasuk kata-kata hina yang tak patut disampaikan oleh seorang ayah pada anaknya, ketika itu saya sadar saya benar-benar belum mengenal watak ayah saya.

Selang beberapa minggu di rumah sakit , ibu saya tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan, dan mengingat saya sudah menjual seluruh perhiasan mama untuk biaya rumah sakit, dengan berat hati mama saya bawa pulang ke rumah keluarga yang ada di Bau-Bau. Saat-saat itu cukup menyenangkan dimana saya bertemu sahabat karib saya semasa SD, Ahmad Rizal namanya, sosoknya yang jangkung, atletis, baik dan lucu membuat saya selalu tertawa dengan obrolannya, Rizal sangat peduli dan mau membantu saya, termasuk mengantarkan saya kemanapun saya pergi ketika saya bersedih.

Berminggu-minggu tidak ada kabar dari ayah dan kakak saya, begitupun dengan berkas beasiswa yang pernah saya kirim, saya mulai pesimis dan menerima nasib, bercerita dengan lemah pada Rizal, mungkin ini balasan dari sifat saya yang jadi anak nakal, serba menang sendiri, tapi kembali lagi Rizal menghibur saya dengan candaannya, saya masih ingat ketika dia bercerita tentang keluarganya yang kurang lebih sedikit broken seperti saya, dan kisah Rizal menjadi penyemangat saya, dia bisa tangguh bahkan menghibur saya kenapa saya harus terpuruk?

Tepat di pagi hari saya lupa tanggalnya, ketika itu saya sedang mengajak mama saya berjemur di bawah matahari pagi dengan menatap ke arah jalan raya, saya mengajak mama saya bercerita tentang semua lelucon yang pernah di ceritakan rizal, tapi dia tidak tertawa, apalagi tersenyum, bahkan saya sengaja mengajaknya bermain becak, mama sebagai penumpang, tapi mama tidak memberi respon sama sekali, lalu ketika saya terdiam menahan tangis, dengan susah payah mama mulai berbicara “dek, beasiswamu gimana? Ada kabal?”, saya hanya menjawab “tidak ma, saya tidak mau kuliah, nunggu kak kiky aja sambil jagain mama”. Tidak ada jawaban untuk pernyataanku, dan ternyata air mata mengalir di pipi mama, dan sekali lagi saya menyakiti hatinya.

Bersambung.....

2 komentar:

  1. ditunggu kelanjutannya...

    mampirlah juga ke laman awak anak muda
    http://suwandisuwe.blogspot.co.id/

    BalasHapus