Ada
banyak kisah yang ku simpan dalam-dalam di pikiran, terkadang kisah-kisah itu
menggelitik di ingatan, tapi tak jarang mereka menampar keras kesadaran. Bicara
tentang kisah mungkin dari tulisan ini dan beberapa tulisan lainnya nanti akan
bercerita tentang pengalaman yang pernah saya alami, entah itu pengalaman yang
sudah saya tulis dalam buku saku (saya tipe orang yang masih menulis kalimat
pengingat di buku diary) ataupun yang masih tersimpan rapi dalam ingatan dengan
luka-luka yang abadi.
Waktu
itu saya masih berusia 17 tahun, dan pastinya status saya masih kelas 3 SMA, tepatnya
sudah melewati yang namanya ujian akhir nasional. Saya anak bungsu dari dua
bersaudara, kakak perempuan saya sedang mengambil study kebidanan di kampus
bergengsi di kota Kendari, Sulawesi Tenggara, saya dan teman-teman saya
bermimpi untuk mengejar cita-cita kami masing-masing dengan mengambil study
lanjut di universitas pilihan kami masing-masing.
Saya
termasuk anak dari keluarga yang berada tapi tidak manja, dan saya perempuan
yang punya banyak mimpi, punya banyak tujuan untuk saya tempuh, anak perempuan
yang ingin membuktikan pada ayahnya bahwa saya bisa menjadi kebanggaannya
(maklum saya lebih akrab dengan ayah saya). sayangnya ketika itu keadaan keluarga
sedang bangkrut, alhasil pupus keinginan saya untuk melanjutkan study.
Tetapi
tak disangka guru SMA saya membawakan brosur dan formulir pendaftaran beasiswa
di salah satu universitas islam yang berada di Semarang, dengan ragu-ragu saya
menerima formulir tersebut, sambil melengkapi syarat-syarat untuk mengajukan
beasiswa, saya menelpon ayah saya yang pada waktu itu sedang merantau ke batam
dan dia mengizinkan saya untuk mengikuti tes beasiswa.
Setelah
berminggu-minggu saya berkutat dengan berbagai macam syarat-syarat pengajuan
beasiswa tiba saatnya saya mengirim berkasnya melalui pos. Waktu itu saya di
temani oleh salah satu teman saya bernama Vina, dia juga mengajukan beasiswa di
universitas yang sama.
Saya
masih ingat waktu itu hari minggu jam 9 pagi, saya masih tertidur pulas di
kamar (yang di cap tomboy dengan kebiasaan yang tidak biasa, tidur sampai siang
bolong) ibu saya memanggil nama saya berkali-kali, saya pikir mama saya akan
menyuruh saya menimba air di sumur lagi (seperti biasa kegiatan pagi-pagi saya
adalah menimba air di sumur, tapi berhubung hari minggu, saya sudah menimba air
malam sebelumnya), merasa sudah melakukan pekerjaan rumah, saya kembali
melanjutkan tidur.
Tetapi
tidak disangka-sangka ibu saya berteriak sambil meminta tolong, tidak seperti
biasanya, dengan sedikit terkantuk-kantuk saya berjalan ke arah dapur, dan
ternyata!! MAMA SAYA TERJATUH di kamar mandi!!! Saya pun meminta tolong pada
tetangga untuk mengangkatnya ke kamar saya. Lalu saya bertanya “kok bisa mama
terjatuh? Mama tadi ngapain?”, dengan susah payah dia menjawab “mama tadli
habisy mandli, habisy pakai baju mau kelual tapi kaki mama gak bisa gelak”
Saya
pun panik, penyakit apa yang menimpa mama saya? Kenapa bicaranya jadi tidak
karuan begitu, ketika perawat datang (maklum waktu itu tidak ada dokter di
tempat saya) mama saya di vonis STROKE ringan. Saya pun bingung, di rumah
sebesar itu hanya berdua dengan mama, rasa-rasanya tidak mungkin sanggup untuk
saya merawatnya, dengan penuh pertimbangan keesokannya kami pun pindah ke rumah
saudara sulung mama saya, tapi sampai disana kami di anjurkan untuk membawa
mama saya ke rumah sakit.
Perjalanan
ke rumah sakit sedikit membosankan, mengarungi lautan selama 9 jam lamanya,
dari pulau BINONGKO WAKATOBI menuju BAU-BAU, sampai di bau-bau kami langsung ke
rumah sakit, di hari yang sama, kakak saya menelpon, saya pikir semua akan
membaik ternyata tidak, dia justru menelpon untuk memberi kabar bahwa dia akan
menikah dengan kekasihnya, saat itu juga saya merasa ada kilat yang menyambar
ubun-ubun saya, dia dapatkan keberanian dari mana sampai-sampai menikah tanpa
meminta izin pada kedua orang tua saya??? (saya dan kakak saya dua orang yang
sangat berbeda, kakak saya yang penurut, pendiam dan keibuan dibanding saya
yang ribut, nakal dan tomboy), Tuhan masalah apa lagi ini??? Belum selesai satu, datang masalah lainnya.
Saya
memberi tahunya tentang keadaan mama kami, ternyata dia memutuskan untuk datang
SETELAH MENIKAH?, dengan bimbang saya meng-iya-kan keputusannya termasuk untuk
sementara waktu tidak memberi tahu hal ini pada kedua orang tua saya, tapi apa
mau dikata malamnya ayah saya menelpon, murkanya di lampiaskan semua pada saya,
dengan tetap terdiam saya mendengarkan semua amarah yang dilontarkan termasuk kata-kata
hina yang tak patut disampaikan oleh seorang ayah pada anaknya, ketika itu saya
sadar saya benar-benar belum mengenal watak ayah saya.
Selang
beberapa minggu di rumah sakit , ibu saya tidak menunjukkan kemajuan yang
signifikan, dan mengingat saya sudah menjual seluruh perhiasan mama untuk biaya
rumah sakit, dengan berat hati mama saya bawa pulang ke rumah keluarga yang ada
di Bau-Bau. Saat-saat itu cukup menyenangkan dimana saya bertemu sahabat karib
saya semasa SD, Ahmad Rizal namanya, sosoknya yang jangkung, atletis, baik dan
lucu membuat saya selalu tertawa dengan obrolannya, Rizal sangat peduli dan mau
membantu saya, termasuk mengantarkan saya kemanapun saya pergi ketika saya
bersedih.
Berminggu-minggu
tidak ada kabar dari ayah dan kakak saya, begitupun dengan berkas beasiswa yang
pernah saya kirim, saya mulai pesimis dan menerima nasib, bercerita dengan
lemah pada Rizal, mungkin ini balasan dari sifat saya yang jadi anak nakal,
serba menang sendiri, tapi kembali lagi Rizal menghibur saya dengan candaannya,
saya masih ingat ketika dia bercerita tentang keluarganya yang kurang lebih sedikit
broken seperti saya, dan kisah Rizal menjadi penyemangat saya, dia bisa tangguh
bahkan menghibur saya kenapa saya harus terpuruk?
Tepat
di pagi hari saya lupa tanggalnya, ketika itu saya sedang mengajak mama saya
berjemur di bawah matahari pagi dengan menatap ke arah jalan raya, saya
mengajak mama saya bercerita tentang semua lelucon yang pernah di ceritakan
rizal, tapi dia tidak tertawa, apalagi tersenyum, bahkan saya sengaja
mengajaknya bermain becak, mama sebagai penumpang, tapi mama tidak memberi
respon sama sekali, lalu ketika saya terdiam menahan tangis, dengan susah payah
mama mulai berbicara “dek, beasiswamu gimana? Ada kabal?”, saya hanya menjawab “tidak
ma, saya tidak mau kuliah, nunggu kak kiky aja sambil jagain mama”. Tidak ada
jawaban untuk pernyataanku, dan ternyata air mata mengalir di pipi mama, dan
sekali lagi saya menyakiti hatinya.
Bersambung.....
ditunggu kelanjutannya...
BalasHapusmampirlah juga ke laman awak anak muda
http://suwandisuwe.blogspot.co.id/
sippo kak suwe ^_^
Hapus