Bung Hatta adalah sosok
yang gemar membaca, bahkan ada yang menyebut bahwa Hatta menomor tigakan ibu
Rahmi Hatta (istrinya) setelah buku. Sebuah
pepatah yang dikutip oleh Charles Jones dalam Maxwell menyebutkan “Lima
tahun lagi anda akan sama seperti sekarang, kecuali ada dua hal:dengan siapa
anda bergaul serta buku-buku yang anda baca”. Membaca adalah sarana yang
dapat mengubah mindset dan perilaku yang menjadikan Hatta Sosok
Negarawan yang matang dengan kontribusi ide dan gagasan yang brilian bentuk
sumbangsihnya dalam perjuangan bangsa Indonesia. Kecintaan Hatta pada buku
bukan sekedar cintanya terhadap pengetahuan (science lovers), namun hal
ini adalah awal dari pembentukan jati diri dari fenomena belajar Hatta dalam
membekali dirinya sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia dalam melawan
kolonialisme Belanda.
Namun
sayang, sifat Bung Hatta yang gemar membaca ini tidak diteruskan oleh generasi
sekarang, di zaman globalisasi minat baca menjadi menurun drastis, dan
masyarakat Indonesia enggan untuk membaca buku. Sungguh miris sekali minat baca
masyarakat Indonesia sekarang ini, sebagai Negara berkembang Indonesia adalah
Negara yang mempunyai minat baca yang kurang, masyarakat Negara berkembang di
dunia menghabiskan 1-2 buku dalam setiap tahun, sedangkan di Indonesia 1 buku
saja bahkan tidak habis dibaca. Ini merupakan cambuk bagi kita para kalangan
akademisi yang sedang dihadapkan dalam keadaan yang mengharuskan berpacu dengan
Negara lain terutama dibidang Pendidikan.
Banyak
orang berfikir untuk menang, tetapi sedikit sekali yang mau mempersiapkan diri
untuk menang. Statement ini adalah alasan Hatta untuk selalu membaca
sebagai persiapan untuk menjadi pemenang, yaitu pemenang melawan penjajah
dengan amunisi ilmu dan pengetahuan yang bila sudah terisi penuh, siap untuk
ditembakan.
Ajari Kami Demokrasi Asli Indonesia
Bung Hatta
menjelaskan Demokrasi Asli Indonesia adalah demokrasi desa, demokrasi desa ini
berakar dari masyarakat komunal bangsa Indonesia. Konsep ini sudah eksis jauh
sebelum kedatangan pengaruh luar: India, Tiongkok, dan Islam. Begitu pengaruh
India masuk, yang juga membawa sistem sosial hirarkisnya, yakni feodalisme,
maka sistem demokrasi asli ini tersingkir ke desa-desa.
Dengan
demikian, bisa disimpulkan, di jaman itu ada dua kekuasaan yang eksis:
pemerintahan desa dan pemerintahan feodal. Karena kekuasaan feodal ini
datangnya dari luar, maka sistem sosial masyarakat asli, yaitu gotong-royong,
tidak pernah tersingkir penuh.
Namun,
Hatta mengingatkan, lantaran sistem demokrasi desa ini dijepit oleh kekuasaan
feodal, maka tidak dapat berkembang maju dan bahkan menjadi semakin pincang.
“Jadinya, di dalam pergaulan (sistem sosial) masyarakat Indonesia yang asli,
demokrasi itu hanya terdapat di bawah. Sedangkan di atasnya semata-mata
pemerintahan otokrasi,” kata Bung Hatta.
Pekerjaan-pekerjaan
besar, seperti membangun rumah atau turun ke sawah, biasanya dikerjakan secara
bersama-sama (gotong-royong). Tradisi gotong-royong dan tolong-menolong ini
nyaris kita temui dalam semua masyarakat Indonesia. Masyarakat juga berhak
mengeluarkan uneg-uneg mereka entah itu dengan Rapat Akbar maupun Protes
langsung kepada perangkat desa. Demokrasi ekonomi yang dimaksud oleh Hatta
adalah mengenai kepemilikan bersama alat produksi, semisal tanah yang digarap
bersama dan untungnya juga dirasakan oleh semua yang biasa disebut Tanah
Ulayat.
Dengan
demikian, konsep demokrasi desa itu sudah menggabungkan antara demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi. Jadi, di satu sisi, rakyat punya partisipasi
yang sama di wilayah politik, tapi disisi lain rakyat punya partisipasi dalam
alat produksi dengan kemilikan bersama.
Inilah yang
berbeda dengan demokrasi sekarang. Demokrasi sekarang menceraikan demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi. Akibatnya, sekalipun orang dipandang sama dalam
wilayah politik, tapi sangat timpang di wilayah ekonomi. Akibatnya, demokrasi
politik sering dikudeta oleh absolutisme pasar. Demokrasi keblinger yang
diterapkan di Indonesia ini sangat bertentangan dengan demokrasi asli yang di
utarakan Bung Hatta, andai Bung Hatta disini saya ingin beliau menjadi
pembicara nasional seminar mengenai Demokrasi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
dan para elit parpol Negeri ini yang semakin keblinger mengartikan arti
demokrasi, yang semakin mencekik rakyat dengan alasan untuk kepentingan rakyat,
yang hanya ”Merakyat” ketika datangnya musim PEMILU yang diberi
embel-embel pemilu rakyat.
Ekonomi Kolektif Bung Hatta
Bung
Hatta mempunyai jiwa kewirausahaan yang tinggi, beliau membangun koperasi
sebagai bentuk solusi kondisi ekonomi yang berada dalam masa transisi pasca
kemerdekaan Indonesia. Dengan menggunakan semangat gotong royong yang mengacu
pada konsep asli Demokrasi Asli Indonesia. Ketertarikannya kepada sistem koperasi
dimungkinkan merupakan buah dari kunjungannya ke Negara-negara Skandinavia,
khususnya Denmark, pada akhir 1930-an. Bagi Bung Hatta,
koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat
tradisional. Koperasi, baginya adalah lembaga self-help lapisan
masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa ambil bagian dalam pasar.
Latar belakang keluarga dan lingkungan hidupnya, kemungkinan turut mempengaruhi
pemikiran Bung Hatta mengenai koperasi ini.
Koperasi bukan sebuah komunitas
tertutup, tetapi terbuka, tetap melayani non-anggota, walaupun dengan maksud
untuk menarik mereka menjadi anggota koperasi, setelah merasakan manfaat
berhubungan dengan koperasi. Dengan cara itulah sistem koperasi akan
mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi
kecil melalui persaingan bebas, menjadi sistem yang lebih bersandar kepada
kerja sama atau koperasi. Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan
didirikannya 3(tiga) macam koperasi. Pertama, adalah koperasi konsumsi yang
melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah koperasi produksi yang
merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak dan nelayan). Ketiga, adalah
koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi
modal.
Bung Hatta juga menganjurkan
pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan
bahan baku dan pemasaran hasil. Menurut Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah
mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan
wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Akan tetapi, hal ini tidak
berarti koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Ide koperasi ini juga
bisa menjadi model usaha dalam skala lebih besar.
Terlihat dengan jelas ide bentuk-bentuk koperasi Bung Hatta, memberi perhatian
besar bagi nasib rakyat kecil. Bung Hatta ingin agar rakyat kecil tidak
tergantung pada pemilik modal. Ia menginginkan rakyat kecil mampu berdiri
sendiri dan memiliki kekuatan dalam sistem pasar yang sangat merugikan rakyat
kecil ini. Akan tetapi pasar bebas dalam topeng globalisasi telah menggerus
semangat koperasi ini. Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) adalah topeng pasar bebas
yang mana menggunakan sistem ekonomi liberal, kemana semangat Ekonomi
Kerakyatan yang digemborkan oleh Bung Hatta, memang dunia selalu berubah sistem
perekonomian juga berubah, kalau tidak mengikuti pasar akan di embargo.
Indonesia harus punya satu sistem Ekonomi kerakyatan, sistem ekonomi yang
dikembangkan dari sitsem ekonomi kolektif Bung Hatta, sistem ekonomi yang
berani bersaing dengan sistem ekonomi liberal. Tolong ajarkan Menteri
Perekonomian dan Kementrian Terkait mengenai Sistem Ekonomi Kolektif Bung !!!
Banyak sekali kritik yang ingin saya
sampaikan ke orang-orang yang ada di pemerintahan sekarang, tulisan diatas
harapannya bisa menyadarkan para wakil rakyat kita yang ada di Senayan sana
bahwa Bung Hatta dan segala pemikirannya adalah solusi dari semua permasalahan
yang ada di Negeri kita tercinta ini.
Saya ingin sekali menulis surat ke
Bung Hatta tapi apalah daya Bung Hatta telah berada di sisi-Nya, jadi saya
hanya ingin menyampaikan kepada semua pemuda dan mahasiswa bahwa Bung Hatta
telah menuangkan pemikirannya dan semua jasanya terhadap Negeri ini, tugas kita
adalah mengembangkan dan meneruskan semua cita-cita para founding Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini.
Salam Pembebasan
Nasional ! Cerdas, Militan Merakyat !
ditulis pada tanggal 12 Maret 2015
ditulis pada tanggal 12 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar