Selasa, 29 Desember 2015

Perempuan Karang (3)


“Jadi papa kamu udah pulang?”
“Iya zal, kemarin minggu dan dia bawa oleh-oleh yang gak biasa”
“itu artinya papa kamu masih perhatian sama kamu dong”
“Iya, saking perhatiannya aku harus merawat dia beberapa hari ini, karena oleh-oleh yang dia bawa adalah malaria dari daerah yang dia kunjungi terakhir zal”
“oh iya? Apa ada yang bisa aku bantu?”
“Ada, cek ulang jadwal meeting saya hari ini, kalau ada janji rapat dengan klien, BATALKAN, karena saya harus merawat ayah saya”
“Baik nona, ada lagi?”
“Hahaha ada-ada aja, hmmt... sore-sore gini biasanya kita udah jalan-jalan ke pantai kalo gak ke puncak yah, sekarang udah beda pulau, mana bisa jalan bareng”
“Kamu kangen sama aku ya? Kalau mau di ajak jalan-jalan bilang aja, nanti aku ke Binongko”
“Sembarangan! Yang kangen kamu siapa? Idih aku Cuma bosen aja di Binongko. Ya udah dulu ya, aku ada urusan. Bye...”

     Disini saya sekarang, kembali ke rumah di Binongko, terakhir saya kesini saat treagedi mama terserang stroke, dan hari ini juga saya sedang merawat papa yang sedang sakit. Mama juga pulang ke Binongko tapi menetap di desa Taepabu (Rumah masa kecilnya, sekarang mama tinggal bersama kakak sulungnya) beberapa kilometer jauhnya dari kami. 

    Pagi-pagi saya harus bangun untuk membuat bubur untuk sarapan papa saya, dan membersihkan rumah, setelah itu sekitar jam 10 pagi saya akan meluncur ke Taepabu untuk merawat dan menyiapkan kebutuhan mama, begitulah setiap saatnya selama kurang lebih 3 minggu, ada saat dimana saya sangat terpuruk dan putus asa, kenapa semua ini menimpa saya? Dan ketika perawat datang untuk mengontrol kesehatan papa, saya mendengar dia berkata “untung saja lely orangnya kuat, jadi dia bisa melewati semua ini seperti tidak terjadi apa-apa”

    Saya mengambil sisi positifnya dengan beranggapan, orang-orang mengira saya gadis yang tangguh, dan jika memang benar, aku harus menjadi gadis yang tangguh, dan saya percaya untuk menjadi tangguh adalah suatu kebutuhan yang mutlak adanya.

Biiip... Biiip...
Biip... Biiipp...
“Gimana kabar hari ini? Lagi apa?”
“Seperti biasa, gak ada yang berubah, membosankan”
“Makanya aku sms biar kamu gak bosen”
“haha... lucu, ada apa kamu sms? Gak biasanya, kamu kan type orang yang suka ngabisin pulsa dengan cuap-cuap bukan dengan ketak ketik beginian”
“Aku lagi dirumah kakakku, kita mau ke pantai siang ini”
“lalu? Kamu mau pamer? Atau ada sesuatu yang pengen kamu sampein?”
“Antara pengen pamer dan ada sesuatu yang pengen aku sampein”
“Haha.. lucu, jadi apa yang pengen kamu sampein?”
“Aku mau ke pantai bareng kakakku dan keluarganya :p”
“SERIUS ITU DOANG?”
    Selalu saja begitu, dengan candaan yang terkadang membuat saya jengkel, saya menunggu sepanjang hari balasan dari pertanyaan yang tak kunjung di balas, saya mulai mencari kontaknya dan menelpon, tapi niat itu hanya sampai pencarian, yang benar saja, mana mungkin saya menelpon dia untuk mencari tahu jawaban dari sms saya, dia pasti hanya bercanda, hanya sekedar menghibur saja.

     Papa sudah minum obat dan melanjutkan tidur, dan saya masih dengan menunggu ponsel berdering menunjukan nama yang saya tunggu-tunggu, entah kenapa saat itu perasaan saya berkata lain, ada sesuatu yang lebih penting yang akan dia sampaikan. Dan saat mata mulai sayup-sayup, ponsel berdering tepat jam 10 malam.
“Waw waw waw, cepat sekali kamu ngangkat telponku”
“kamu gak tau, sepanjang hari aku nunggu kabar dari kamu?”
“kabar dari aku? Kok nunggu kabarku”
“maksudku, aku merasa ada hal lain yang ingin kamu sampein zal”
“emm kamu yakin? Bukannya kamu nunggu di telpon? Rindu kah?”
“Sudahlah lupakan, aku ngantuk”
“hop hop hop... ok ok, aku kasih tau deh dasar jutek, jadi gini tadi kan aku ke warnet, yah seperti biasa nyoba buat cek pengumuman tes yang kamu ikutin”
“Dan?!!!! Hasilnya apa???”
“emm kamu lulus, ini aku print pengumumannya, nanti aku kirim”
“aaaaaa makasih ya zal, kamu baik banget deh, aku gak tau gimana aku kalo gak ada kamu”
“yupp, kan aku udah bilang bakalan bantuin, kalo udah bilang gitu ya jadinya gitu”
“iya zal, makasih. Kamu sahabat cowok yang paling baik”
“......”
“......”
“.....”
“zal? Masih disana? Kamu ngantuk yah, mau tidur? Ya udah tidur dulu deh, besok aku telp..”
Tuut tuuut tuuuut... Telfon mati ketika saya belum selesai bicara.

    Papa sembuh dan kami mulai tinggal serumah dengan mama, kakak dan suaminya sering mengunjungi kami. Hari-hari itu sering di habiskan dengan melatih mama untuk bisa berdiri dan Rizal tidak pernah menghubungi, mengangkat telpon dan membalas sms dari saya. Ada sesuatu yang membuat dia menjauhi saya, dan aku tidak tahu apa itu.

    Ketika hari keberangkatan saya untuk kuliah tiba, saya berangkat dengan tangis yang menderu-deru, bagaimana tidak? Saya meninggalkan mama saya yang saat itu belum menunjukkan kemajuan apapun dari hasil terapi yang kami lakukan, dan dia tidak ikut mengantar saya sampai di dermaga.

Tapi saya tetap berangkat dengan membawa restunya.

Selasa, 22 Desember 2015

Perempuan Karang (2)

Biiiip Biiipp Biipppp....
Biiip Biiiip Biiipppp....

“Assalamu alaikum lely, ini aku vina mau ngasih tahu,  tes beasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang dimulai besok jam 8 pagi di SMP 1 wangi-wangi dateng ya nanti tes bareng”

    Pagi itu saya di kagetkan dengan pesan singkat dari sahabat saya vina, antara senang dan sedih, senang karena menerima kesempatan untuk mendapatkan beasiswa di tengah-tengah kesulitan keluarga, sedih karena harus meninggalkan mama saya yang sedang sakit. Tapi perasaan senang  lebih mendominasi dan akhirnya saya sampaikan kabar baik  ke mama. Mama, Tante, Om, Nenek, Kedua sepupu saya waktu itu (Legi dan adiknya) senang mendengar kabar tersebut.

    Tapi ada hal lain yang membuat saya khawatir. Pagi ini saya masih berada di kota Bau-Bau, pulau Buton, sedangkan ujian akan di lakukan di Pulau wangi-wangi yang jarak tempuhnya melewati lautan selama 8 jam menggunakan kapal kayu, tidak hanya itu, saya juga tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket kapal menuju pulau wangi-wangi. Tidak ada jalan lain selain menelpon papa yang berada di batam, dengan perasaan takut (karena memang papa saya paling tidak suka di ganggu saat kerja), seperti yang sudah saya gambarkan pada awalnya papa akan marah tetapi beberapa jam setelah kuping panas kemudian dia akan memberi solusi, dan saya di anjurkan untuk datang ke rumah saudaranya meminjam uang untuk biaya ke pulau wangi-wangi.

   Tiket sudah di tangan, restu sudah didapatkan waktunya saya berangkat ke pulau wangi-wangi, dengan di antarkan rizal,  kami melaju dengan cepat menuju pelabuhan. Memang niat baik tak pernah menjanjikan jalan yang mulus, terjadi masalah di mesin kapal yang akan saya tumpangi, yang seharusnya berlayar jam 9 malam mundur menjadi jam 10 malam. Tapi saya tidak sendiri, selama satu jam Rizal menemani saya di dek kapal. Ada banyak hal yang menjadi bahan pembicaraan kami, saya adalah perempuan yang tertarik pada hal-hal baru, semua yang di ceritakan oleh Rizal adalah hal yang menarik bagi saya, tentang pendaftarannya di akademi polisi yang mengalami penolakan dimana saya tidak mengerti apa yang kurang di fisik sahabat saya, karena bagi saya secara fisik dia mendekati sempurna untuk polisi, sedangkan kakak-kakaknya juga sudah menjadi brigadir, lalu apa sebenarnya yang di ragukan pada Rizal, selain itu dia bercerita tentang pengalaman Traveling-nya, tentang gadis gadis yang pernah mengisi hatinya, dan keadaan keluarga yang kurang baik baginya.

   Banyak dari teman saya menilai kami sepasang kekasih, tapi itu bukanlah kenyataan, karena apa yang kami jalani hanyalah sebatas sahabat, meskipun terkadang saya bingung dengan posisi saya sendiri, sebenarnya hubungan apa yang kami jalani? Dengan basic keluarga yang mirip membuat kami semakin akrab, saling memberi semangat dan saling memberi perhatian, bahkan hal terkecilpun tidak luput dari perhatian kami. Tapi bagaimana lagi, begitulah lika likunya bersahabat dengan lelaki, jika perasaan mendominasi hancurlah sebuah persahabatan.

   Jam menunjukkan pukul 10 lebih dan awak kapal melarang pengantar untuk tinggal lebih lama, detik-detik pemberangkatan Rizal tak kunjung bergegas dari tempatnya.

“Zal, kapalnya mau berangkat kamu gak turun ke darat?”
“Iya bentar lagi, nanti kan bisa lompat”
“Kalau udah jalan jauh gimana? Kamu turun sekarang aja”
“Aku bisa bayar awak kapal kalau kamu takut di tinggal”
“idiiih... yang takut di tinggalin siapa, bukannya kamu makanya gak turun-turun?”
   Dia menatap saya dan terdiam, karena bingung dan kaget saya terdiam, beberapa menit saya menampar bahunya sambil mengusirnya dari kapal.

Kapal berlayar....

   Ketika saya terbangun waktu menunjukkan jam 3 pagi dan kapal berlayar  dengan tenangnya, mungkin karena laut tidak berombak saya bisa tidur dengan sangat lelap meskipun sebenarnya saya tidak akan mabuk jika cuaca sedang buruk. Kemudia saya merapihkan diri dan keluar menuju anjungan kapal, disana saya menikmati angin laut dan gugusan bintang-bintang dilangit, entah sinyal bisa tersangkut dari arah mana ada beberapa pesan masuk diponsel saya.

“Lel, hati-hati, kalau tidur tasnya di peluk.”
“Tadi aku lupa beliin bekal dan air mineral, sekarang pasti lapar kan.”
“Kalau sms ini udah kamu baca langsung di bales, karena aku tidak tidur malam ini.”
   Hanya karena sebuah pesan berisikan bekal, perut saya langsung keroncongan, dan benar saja terakhir makan saat sore hari sebelum berangkat.

“Zal, udah tidur? Tenang aja tidak ada barang penting di dalam tas, terima kasih tapi aku belum lapar hanya sedikit haus, kamu gak perlu khawatir. Kamu ngapain sekarang? Aku sedang menatap bintang dari anjungan kapal. Zal, kehidupan di laut rasanya lebih menyenangkan dari darat, banyak misteri dan luas, rasa-rasanya semua masalah akan hilang dengan hanya menangkan diri dari atas sini”

   Lama saya menunggu balasan, mungkin Rizal sudah tertidur, dan memilih untuk masuk kembali ke tempat tidur, di sebelah saya ada seorang ibu dan anak lelaki yang kurang lebih berusia 7 tahun, mereka sedang menikmati  potongan-potongan ketupat dengan ikan bakar, dan tanpa sadar saya menatap dengan wajah kelaparan. Karena tidak ingin mengganggu mereka, saya kembali merebahkan badan dan melihat ponsel, sekiranya ada pesan yang masuk, tapi apa yang ditunggu-tunggu belum juga ada, disaat yang sama saya dikagetkan oleh ibu yang sedang makan tadi.

“Nak, mau kemana?”
“Mau ke SMA 1 Wangi-Wangi tante”
“ada keperluan disana? Bukannya besok hari minggu nak?”
“Iya hari minggu, kebetulan saya mau tes beasiswa jam 8 besok di sana tante”
“Semoga berhasil ya nak. Kamu lapar?”
“Sedikit tante”
“Ini masih ada ketupat dan ikan bakar, makan saja tidak apa-apa”
   Tanpa malu-malu dan mengucapkan terima kasih langsung mengambil bekal yang disuguhkan kepada saya, ketika saya makan ibu tadi justru tertidur di samping anaknya. Saya sangat beruntung bertemu dengan mereka, karena kalau tidak mungkin saya akan kelaparan sampai kapal bersandar di pelabuhan.

Biiipp.... Biiipp...
Biiippp...Biiipp...

“Aku belum tidur, sekarang cuma nunggu balasan pesanmu. Sepertinya kamu sangat menyukai laut?. Kamu bilang  sangat menyenangkan berada di lautan. Lebih menyenangkan mana? Lautan atau aku?”
 “Kamu mengigau zal? Pertanyaanmu sungguh tidak mendasar, mana bisa lautan dibandingkan dengan manusia?, ada beberapa hal yang menarik perhatianku, aku tidak mungkin dan tidak akan mau membandingkan-bandingkannya zal”

“Lalu.... apakah aku cukup menarik perhatianmu?”
“Tentu saja, kamu sahabat terbaikku dengan begitu banyak pengalaman yang sangat menarik menurutku”
“Hanya itu? Sebatas pengalaman yang menarik perhatianmu?”
“Tidurlah, besok kita gak tahu urusan mendadak apa yang akan kamu lakukan, sedangkan aku mau ujian. Kita sama-sama perlu istirahat, selamat malam zal”
“Selamat malam”

    Waktu menunjukkan pukul 8 pagi dan kapal masih saja belum bersandar, meskipun  pelabuhan paulau Wangi-Wangi sudah di depan kapal, dengan harapan yang mulai luntur saya berdo’a, semoga saya tetap bisa mengikuti ujian. Kapal benar-benar bersandar di pelabuhan sekitar pukul 9 lebih, disaat itu saya kebingungan mau kemana? Kendaraan apa yang melewati SMA 1 Wangi-Wangi?, dengan ragu-ragu saya tetap menuruni tangga kapal, dan dengan hati murung tiba-tiba saja ada yang memanggil saya.

“Lely! Kamu sudah siap nak? Mau langsung ke SMA atau mau singgah di rumah dulu untuk mandi?”
“Papanya vina? Ini sudah jam berapa om, saya takut tidak bisa mengikuti ujian”
“Sudah, tenang saja. Om sudah meminta izin untuk kamu, sekarang pulang dulu kerumah, mandi dan sarapan lalu ujian”
 
   Setibanya dirumah, saya langsung bersiap-siap dan ketika selesai saya meminta tolong pada papanya vina untuk langsung mengantar saya langsung ke SMA. Sesampainya saya disana kebodohan lain muncul, saya tidak membawa papan ujian, jangankan papan ujian, alat tulis saja saya tidak membawanya. Akhirnya saya meminjam pulpen di salah satu teman.

   Beberapa menit saya mulai mengerjakan ujian, papanya vina kembali ke dalam kelas dan memberikan saya papan ujian dan alat tulis lengkap yang masih baru. Lalu saya mulai mengerjakan soal-soal ujian. Setelah selesai ujian seluruh peserta di arahkan berbaris keluar kelas dan diberikan pengumuman bahwa hasil dari nilai ujian akan di umumkan lewat website resmi universitas dan propinsi. Saat-saat itu saya berkenalan dengan teman baru, perempuan yang pulpennya sempat saya pinjam di awal ujian, dia bernama Israyana, dia memiliki paras yang manis, tinggi besar dan suara yang halus. Setelah perkenalan itu pertemanan di antara kami bertiga di mulai, saya, vina dan isra. Sebelum berpisah kami  berjanji untuk berangkat ke Semarang bersama-sama.


   Minggu malam saya langsung memesan tiket kapal untuk kembali ke Buton, tidak tega meninggalkan mama membuat saya menolak tawaran vina untuk tinggal lebih lama. Dan keberangkatan malam itu sangat berbeda dari sebelumnya, saya membawa bekal dengan bermacam-macam lauk dari masakan mamanya vina, kue dan juga air mineral. Setelah mengucapkan terima kasih dan meminta izin, saya di antarkan menuju pelabuhan oleh papanya vina.

   Kapal mulai berlayar pukul 9 tepat, dan saya berada di dek yang sama dan posisi kasur yang sama, hanya saja kapal dan tetangga yang berbeda. Kali ini di sebelah saya adalah seorang kakek tua yang akan berlayar menuju Buton, mungkin karena waktunya berbalas budi, saat saya ingin makan kakek tersebut melihat saya dengan tatapan kelaparan, dan malam itu saya berbagi makanan dengan kakek tersebut, dia bercerita akan menghadiri wisuda cucunnya di Universitas Dayanu Ikhsanuddin.

Biiiipp... Biiipp...
Biiiipp... Biiipp....

“Kamu jadi balik malam ini?”
“iya zal, kenapa? Kamu merindukanku?”
“Sudah jelas, sebagai sahabat aku  selalu merindukanmu.”
“Hanya itu?”
“bukan itu saja, kabari kalau sudah sampai pelabuhan nanti aku jemput”
“Cukup gitu aja?”
“Sepertinnya ada yang kurang”
“Kira-kira apa zal?”
“ah sudah lupakan. Hati-hati, ingat kabari aku kalau udah sampai”
“aye aye capten!”
   Begitulah pesan-pesan singkat di antara kami, obrolan-obrolan  yang saya tidak mengerti kemana tujuannya, dan seperti biasa, pagi itu dia datang terlebih dahulu sebelum kapal bersandar di pelabuhan. Kami berdua semakin absurd dan perjuangan saya semakin membutuhkan keteguhan yang tidak main-main.

Hari Ibu untuk perempuan baja

Ibuku bukanlah dia yang keramahannya melebihi ibu peri dari manapun, tapi aku yakin dia selalu memikirkanku.

Ibuku bukanlah dia yang berparas cantik jelita seperti artis idola, tapi dia wanita yang lebih memilih membeli baju mewah untukku dan sepotong daster untuknya.

Ibuku bukan dia yang kuat fisiknya, tapi aku yakin hati dan jiwanya bagai berlian yang tak mudah hancur.

Ibuku sederhana, tidak lebih, sering mengomel, sering mengadu, sering panik, tidak jarang dia over protective, tapi begitulah ibuku.

Wanita dengan naluri keibuan yang manusiawi, dibalik keterbatasannya ada banyak hal yang bisa dilakukannya.

Selamat Hari Ibu untuk Ibu dan Calon Ibu di seluruh pelosok Negeri.
Terkhusus untukmu ibuku yang paling menjengkelkan.